Infeksi

Aku pernah jadi seorang pemuda yang bodoh. Mengira cinta bisa memberiku bahagia yang amat luar biasa. Hingga aku pandir, sayang. Aku merasa kau datang dan akan menghadiahkan aku senyum setiap hari. Cinta membuatku lupa bahwa harum bunga pun memiliki umurnya.
 
Karenamu aku jadi lupa diri. Ada masa ketika cinta membuatku merasa seperti pelukis. Bagaimana palet warna tiba-tiba muncul di sudut mataku dan telunjukku merasa dirinya adalah kuas yang bisa berubah ukuran dengan sendirinya. Dan lihat, aku melukismu di langit setiap hari.
 
Karenamu aku sering lupa diri. Tak cukup jadi pelukis, aku pun sering merasa diri seorang komposer. Heran, bagaimana bisa aku membuat musik sendiri tanpa belajar musik terlebih dahulu. Entah bagaimana telinga ini memperbaiki setiap kata-katamu jadi lagu, dan selalu indah-indah saja, sayang. Dan dengarkan, aku menyanyikanmu setiap hari.
Aku dan kebodohan kecilku. Terbodohi hingga segala bahagia menemukan muaranya. Hingga aku menemukanmu dengannya pun, aku masih berusaha memaafkanmu, dan mendoktrin diriku sendiri bahwa kekhilafanmu adalah salahku, yang tidak cukup baik membalas cintamu.
 
Ayah pernah mengatakan kepadaku, bahwa cinta tidak selamanya indah. Dan kau tahu sendiri bagaimana anak lelaki dan ayahnya yang selalu bertentangan. Sampai kau pergi, aku masih merasa ayah adalah seorang pembohong, dan kepergianmu dengannya adalah sepenuhnya salahku.
 
Lihat bagaimana cinta memperlakukanku, sayang. Lihat bagaimana aku menyayat-nyayat pikiranku dengan kebencian yang muskil. Lihat bagaimana luka-luka ini bersembunyi setiap kau datang lagi dan tersenyum tanpa dosa; seakan-akan aku tidak akan membunuhmu ketika kau datang kembali meminta peluk.
 
Kau menanam luka di tubuhku, namun tak hendak menuainya sebagai kebencian. Kau menanam derita di pikiranku, dan tak mau menerima kesakitanku. Kau menanamkan pada hatiku segala ketimpangan yang cinta sembunyikan, dan tidakkah kau menyadari kini bahwa dendam adalah infeksi abadi bagi seorang pencinta yang cacat?
 
Lihat aku, hai perempuan, dan jawab pertanyaanku:
 
Bagaimana kau mencintaiku kini?
 
 
Kopi Kultur, Denpasar 2013
Entah mengapa para ikan menatapku dari bawah

One Comment to “Infeksi”

Leave a comment