Sejak beberapa hari yang lalu saya berpikir, mengapa Tuhan memberi ujian-ujian yang menurutnya bisa saya hadapi sendiri? Saya kerap kali bercermin dan memperhatikan lengan saya yang kecil, lingkar pergelangan saya yang kurus dan dada saya yang tidak bidang. Sungguh, saya tidak merasa cukup baik secara fisik untuk meminta seorang perempuan memperjuangkan saya.
Apa hubungannya ya, ketiga kalimat di atas? Bila boleh saya sesekali curhat, ketiga kalimat di atas adalah rangkuman perjalanan hidup saya selama ini.
Teman-teman saya kerap mengingatkan saya untuk tidak terlalu lama tenggelam di kenangan masa lalu. Ya, mereka benar. Tidak seharusnya manusia terlalu lama larut di gelapnya kenangan masa lalu. Karena hidup dijalani ke depan, dan saya terlalu lama bercermin ke belakang.
Beberapa kali saya berusaha menilik ulang, hal-hal apakah yang sesungguhnya menenggelamkan saya sekian lama? Karena sedemikian banyak pencapaian yang saya raih, saya tidak pernah merayakannya dengan baik, atau paling tidak: merasa benar-benar bahagia tanpa beban. Jawabannya banyak saya temukan pada blog ini. Pada hal-hal yang sering saya tulis.
Apa yang saya tulis di sini selama ini tidak akan saya akui sebagai pengalaman sendiri. Dan memang beberapa di antaranya bukan pengalaman sendiri. Namun saya khawatir pada alur dan gaya bahasa yang saya anut. Pekat dan satir. Beberapa di antaranya bahkan penuh dengan kebencian. Beberapa teman bahkan bertanya tentang sebegitu mendendamnya-kah saya terhadap perempuan? Terutama perempuan yang sempat menyakiti saya dan menanam luka yang hingga kini tak kunjung sembuh? Saya kerap kali tersenyum kepada mereka, dan mereka tahu itu bukan senyum bahagia. Continue reading